Doa Orang Teraniaya Dan Terzalimi
Dalam Al-Qur’an yang penuh nuansa dendam dan kebencian, tidak akan lebih baik
dari do’a meminta kebaikan yang akan lebih berguna untuk Anda dalam jangka
panjang.
Teraniaya atau tidak, tergantung
pada perspekstif yang Anda pakai sendiri-sendiri. Sering kita merasa bahwa diri
kita adalah pihak yang dirugikan, sementara bersama dengan itu sebenarnya kita
juga menyakiti hati orang lain. Karena itulah, yang perlu dimiliki oleh semua
manusia yang hidup bersama banyak orang, kita harus tahu bagaimana menerima
pendapat orang lain dan mampu menempatkan diri. Memang ada hadis dan ayat yang
secara tersirat menunjukkan jika Doa orang teraniaya sebenarnya lebih manjur
terkabulkan dibandingkan dengan do’a orang biasa. Namun tentu hal ini tidak
bisa menjadi sarana balas dendam antara Anda dan orang lain.
Doa Orang Teraniaya Dan Terzalimi
Dalam Al-Qur’an dapat kita lihat dalam Surat An-Naml Ayat 62.
Yang
Artinya : “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam
kesulitan, apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan, dan
yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?. Apakah di samping
Allah ada ilah (yang lain)?. Amat sedikitlah kamu mengingat-ingat(-Nya).” –
(QS.27:62)
Teraniaya Itu Tidak Mudah
Teraniaya sebenarnya mengacu pada keadaan pada saat seseorang benar-benar tidak
bisa melakukan apapun untuk melindungi dirinya sementara ditekan oleh orang
lain. Seorang teraniaya yang tangguh adalah, manusia yang tidak merasa dirinya
terzalimi meskipun sebenarnya dalam keadaan seperti itu. Orang-orang seperti ini hanyalah mereka yang
mampu mengendalikan rasa sakit sedemikian rupa, bahkan mengubah perspektif
masalah yang sedang dia hadapi agar tidak sampai mempengaruhi keadaan dalam
jiwanya.
Jadi, jangan mudah mengatakan
bahwa Anda adalah seorang yang sedang teraniaya. Apalagi jika sampai Anda
menyimpan dendam dengan menyatakan pada orang lain bahwa Anda adalah yang
teraniaya, maka dia harus berhati-hati karena Doa orang teraniaya sulit tidak
dikabulkan. Bagaimana jika percekcokan antara Anda dan dia ternyata menimbulkan
posisi saling teraniaya? Artinya, kedua belah pihak merasa tersakiti dan tidak
tahu jalan keluar apa yang harus dilewati selain saling menyimpan dendam.
Allah SWT telah berfirman dalam
Surat An-Nisa ayat 148:
Yang Artinya : “Allah SWT tidak
suka seseorang mengatakan sesuatu yang buruk kepada seseorang dengan
terang-terangan melainkan orang yang dizalimi maka dia boleh menceritakan
kezaliman tersebut, dan Allah SWT itu maha mendengar dan maha mengetahui.” (
148 : an-Nisa)
Wah, jika masalahnya seperti ini,
maka siapa yang pertama kali mampu membuka kembali hubungan tali komunikasi
adalah pemenangnya. Iya, karena selain berhasil melewati emosi, dia juga telah
berhasil mengendalikan diri untuk mengabaikan rasa sakit yang dirasakan. Namun
memang pada kenyataannya, keberadaan orang semacam ini tidak bisa ditemukan
dengan mudah. Bisa jadi diantara seribu manusia hanya ada segelintir mereka
yang mampu melakukannya. Teraniaya adalah keadaan, dan dengan mengendalikan
keadaan itulah Anda bisa melewatinya.
Cara Mengendalikan Keadaan
Teraniaya
Bagaimana cara mengendalikan
keadaan teraniaya? Apalagi jika posisi yang Anda diami adalah pihak di bawah
yang kurang memiliki pengaruh dan kuasa. Keadaan terdzalimi bukan hanya
berhubungan dengan posisi Anda di luar atau dalam pandangan orang lain, namun
justru lebih berpacu pada keadaan dalam diri Anda sendiri. Bukankah kita sering
melihat berita Muslim Palestina yang tetap bangkit meskipun terus menerus dianiaya?
Jika tidak mampu memberi dukungan pada dirinya sendiri, maka bukan bangkit,
bisa jadi mereka justru putus asa.
Ya, teraniaya secara kasat mata
bukan berarti putus asa. Asalkan masih ada keyakinan, semangat, dan harapan
yang tertanam kuat di dalam hati pihak yang terzalimi, maka memang sudah
sewajarnya jika cepat atau lambat mereka akan tetap bangkit dari keterpurukan,
lagi dan lagi. Selain itu, harga diri dan hasil yang didapatkan pihak teraniaya
setelah berjuang terus menerus akan terasa lebih berarti dibandingkan seorang
yang mendapatkan keinginannya dengan mudah. Masihkah Anda merasa sedang
teraniaya?
Menolak keadaan teraniaya juga
tidak berarti bahwa Anda harus mengabaikannya. Cara termudah untuk membentengi
diri memang memasang wajah angkuh, dan menolak keadaan yang terjadi. Namun
hati-hati, selain ini bukanlah sikap yang baik, menolak keadaan tidak akan bisa
mengubah apapun jika Anda tetap diam. Untuk bisa mengatasi rasa teraniaya
adalah dengan menolak secara aktif, artinya Anda mampu dan berani menyuarakan
ganjalan yang terasa menghimpit dalam hati Anda agar tidak membebani batin.
Jika mendengar Anda menolak
menjadi pihak yang tak berdaya, tentu lawan Anda akan merasa kaget dan
meragukan kembali apakah dia telah menang menganiaya Anda atau justru tidak
berhasil. Tidak ada senjata yang paling ampuh selain memakai kekuatan mental,
dan Anda bisa melatihnya sedikit demi sedikit. Jika masih terasa sakit di hati,
berdo’alah agar Anda diberikan kesabaran dalam menghadapi masalah tersebut
sampai selesai. Doa orang terzalimi memang maqbul atau mudah dikabulkan, namun
bukankah itu berarti sebaiknya Anda berdoa meminta kebaikan saja.
Hadits dari Ibnu Umar SAW,
Rasulullah SAW bersabda:
Yang Artinya : “Hendaklah kamu
waspada terhadap doa orang dizalimi. Sesungguhnya doa itu akan naik ke langit
amat pantas seumpama api marak ke udara.” (Hadis riwayat Hakim – sanad sahih)
Dibandingkan dengan doa orang
teraniaya yang penuh nuansa dendam dan kebencian, do’a yang meminta kebaikan
seperti sifat-sifat terpuji akan lebih berguna untuk Anda dalam jangka panjang.
Mengapa Anda berkeras untuk membalas dendam, jika Anda bisa memetik kebaikan
dari keadaan teraniaya? Jika Anda tetap sabar, namun tegas melakukan
perlawanan, maka cepat atau lambat usaha tersebut pasti akan membuahkan hasil.
Prinsipnya, tidak pernah ada usaha yang sia-sia dan hal ini sudah menjadi hokum
alam.
Teraniaya Bukan Kata Yang Sama
Dengan Selamanya
Seperti halnya konsep hokum
kausalitas, bahwa setiap sebab akan menimbulkan akibat. Dan semua aksi mau
tidak mau menarik reaksi. Jadi, jangan khawatir jika Anda akan teraniaya
selama-lamanya. Selama masih ada kekuatan untuk melawan, maka bukan tidak
mungkin suatu saat keadaan akan berbalik. Karena itulah dibanding membalas
dengan kebencian, menyikapi keadaan teraniaya untuk berdo’a meminta kebaikan
akan lebih berguna di masa depan.
Dari Abu Hurairah RA berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga doa mustajab (dikabulkan) yang tidak ada
keraguan di dalamnya, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa
buruk orang tua kepada anaknya”. (HR Abu Daud dan al-Tirmizi. al-Tirmizi
berkata: Hadis hasan)
Jika dipikirkan lebih dalam, apa
yang akan Anda dapatkan ketika seorang yang telah menganiaya Anda ternyata
mendapatkan kemalangan sebagai balasannya? Puas? Tertawa? Senang? Lalu apa
lagi? Setelah itu, Anda hanya akan kembali berkutat pada persepsi dan keadaan
Anda sama seperti sebelumnya. Selain itu Anda juga tidak bisa belajar dari
masalah yang sudah terjadi. Ditambah jika Anda adalah seorang beragama yang
mengharapkan diri menjadi hamba yang baik, Anda justru menambah dosa karena
telah menertawakan penderitaan orang lain. Apa Anda ingat, jika pada dasarnya
kita dihimbau untuk memakai prinsip jika semua manusia terikat dalam tali
persaudaraan?
Jika semua manusia terikat
persaudaraan, maka berarti memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan
mendidik saudaranya. Jadi memanjatkan do’a dengan penuh dendam juga kemarahan
bukanlah suatu yang akan mendidik saudara kita menjadi lebih baik. Seperti api
yang tidak bisa dipadamkan dengan api. Sebelum menjadi abu, Anda harus
membasahi diri dengan air agar mampu memadamkannya sedikit demi sedikit. Jika
Anda ingat, bahkan Einstein pernah berkata bahwa; kegelapan itu tidak ada, yang
ada hanyalah ruang yang belum tersinari cahaya. Dengan caranya sendiri Einstein
mengajarkan pada kita bahwa kegelapan sebenarnya tidak memiliki kekuatan
apa-apa selagi manusia tidak terpengaruh dengannya.
Maka, mari kita alihkan persepsi
salah mengenai mujarabnya Doa orang terzalimi yang bisa menjadi kesempatan
balas dendam. Untuk sebagian sufi, bahkan seorang yang hidup dengan penuh
kebencian justru tidak berhak untuk menyebut dirinya sebagai teraniaya. Belajar
menjadi manusia yang baik adalah tugas semua manusia yang dilahirkan di bumi
ini, jadi jangan terjebak pada intimidasi orang lain, apalagi sampai merasa
teraniaya. Intimidasi tidak akan berguna jika obyek tidak merasakan kerugian
apapun, baik secara fisik atau mental.